Saat Bank Indonesia mengeluarkan statement kontroversial beberapa waktu yang lampau bernada peringatan kepada semua pemilik dan pelaku perdagangan Bitcoin, pihak Kementerian Kominfo sepertinya telah bersiap untuk melakukan blokir terhadap transaksi Bitcoin. Blokir tersebut akan dilakukan atas permintaan Bank Indonesia, meski hingga saat ini hal tersebut belum terjadi.
Sebenarnya apakah Bitcoin dapat diblokir? Sepertinya pihak Kominfo masih rancu dalam membedakan “situs Bitcoin” dan “transaksi Bitcoin”. Mari kita simak perbedaan di antara keduanya.
Blokir Situs Bitcoin
Pertama, blokir situs-situs terkait Bitcoin (situs jual beli, situs informasi, bounty, media sosial) mestinya bukan teknik asing bagi para pejabat Kominfo, karena hal yang demikian rutin mereka lakukan dalam Trust Positif atau yang kini menjadi Cyber Drone 9. Situs-situs yang terdeteksi memiliki muatan yang dianggap melanggar aturan akan dimasukkan ke dalam blacklist yang akan didistribusikan kepada semua ISP (penyedia jasa Internet) di Indonesia. Umumnya metode yang digunakan adalah blacklist dari sistem DNS. Dengan sistem ini, apabila sebuah situs yang diblokir berganti alamat URL, maka tim Cyber Drone 9 harus memasukkan alamat URL baru ke dalam blacklist, dan begitulah seterusnya.
Blokir Transaksi Bitcoin
Kedua, blokir transaksi Bitcoin akan sedikit lebih rumit, namun percayalah, hal ini bisa dilakukan, meski dengan batasan-batasan tertentu yang nanti akan dibahas lebih lanjut. Transaksi Bitcoin merupakan deretan data heksadesimal yang dikirim ke dalam jaringan Internet dengan menggunakan protokol TCP. Sebuah wallet (misalnya SPV wallet) yang membuat sebuah transaksi harus terhubung ke sebuah full node Bitcoin menggunakan port 8333 dan RPC di port 8332. Kemudian, secara default data yang dipaket ke dalam protokol TCP tersebut dikirim dengan format plaintext (tidak terenkripsi) ke jaringan Internet (clearnet – merujuk pada Internet yang digunakan sehari-hari, bukan darknet).
Wireshark telah memiliki sebuah fitur khusus untuk mendeteksi paket transaksi Bitcoin. Demonstrasi penggunaan fitur ini dapat dilihat di sini. Tampak jelas bahwa protokol Bitcoin memiliki karakteristik yang dapat digunakan untuk mendeteksi apakah sebuah stream TCP merupakan transaksi Bitcoin atau tidak. Apabila Kominfo memang benar-benar ingin memblokir transaksi seperti ini, maka ISP mesti diinstruksikan untuk mendeteksi, memfilter, dan membuang data-data yang demikian. Teknik seperti ini tampaknya akan dilakukan di China dengan Great Firewall milik mereka.
Jalur Alternatif
Permasalahan yang mungkin dihadapi oleh pihak Kominfo saat hendak benar-benar memblokir transaksi Bitcoin adalah bahwa komunikasi tidak hanya dilakukan melalui clearnet semata. VPN dapat meloloskan paket data yang diblokir dalam clearnet. Belum lagi pengiriman data melalui jaringan Tor yang tampaknya sudah menjadi prosedur standar sebagian pengguna mata uang kripto di dunia. Bahkan kini software client mata uang kripto baru telah memiliki fitur bawaan Tor ataupun I2P untuk menghindari sensor yang dapat dilakukan penguasa. Untuk dapat memblokir transaksi Bitcoin (atau mata uang kripto lainnya) barangkali harus mematikan 100% jalur Internet ke luar negeri.