Semenjak gubernur Bank Indonesia mengeluarkan pernyataan terkait potensi pelarangan Bitcoin (sebagai alat tukar maupun aset virtual), linimasa Facebook saya beberapa kali diisi post yang membahas topik serupa. Terlebih saat seorang selebritis Facebook menyampaikan pendapatnya terkait Bitcoin laiknya skema Ponzi. Sontak para pendukung Bitcoin meneriakkan suara-suara sumbang, tidak hanya melalui kolom komentar sang selebritis, tetapi juga melalui wall pribadinya dan juga media-media daring lain seperti Seword.
Perlu dipahami bahwa terdapat sebuah konsep yang disebut dengan confirmation bias. Confirmation bias terjadi karena sudah sifat manusia untuk menyaring informasi dengan cara menerima informasi yang sesesuai dengan persepsinya sendiri dan menolak informasi yang bertolak belakang dengan apa yang diyakininya. Jadi, pada saat seseorang menerima informasi baru, ia sebenarnya telah memiliki sebuah “pijakan” yang menjadi dasar untuk menentukan apa yang akan dilakukan terhadap informasi baru tersebut. Padahal bukan berarti bahwa informasi yang ditolak (karena berlawanan dengan apa yang diyakini) tersebut salah.
Demikian halnya dengan Bitcoin sebagai skema Ponzi. Saya sangat menyukai artikel dari Loper OS ini (dan sangat mungkin saya mengalami confirmation bias atas hal ini). Hal yang paling ditekankan mengapa artikel tersebut menyamakan Bitcoin dengan skema Ponzi ada dalam kalimat ini.
But the real problem with Ponzi schemes – and the reason why they are considered a legally-actionable type of fraud in every civilized country – is not the abstract unfairness of some clever fellow getting “something for nothing.” Rather, it is the fact that such schemes come with a built-in self-destruct mechanism, whereby at a certain point, those who sit on the apex of the pyramid decide to cash out, pocketing nearly all of the meatspace wealth previously invested into the system.
Beberapa kali saya menyampaikan bahwa teknologi dalam Bitcoin tidak lagi istimewa, karena dapat direplikasi, bahkan sudah direplikasi dan ditingkatkan kapasitas dan kapabilitasnya oleh mata uang kripto lainnya. Satu-satunya hal yang tersisa dalam Bitcoin barangkali tinggal merek dan tingkat adopsinya yang paling tinggi di antara sesama mata uang kripto.
Permasalahan dalam Bitcoin adalah kepemilikan yang tidak merata. Patut diketahui bahwa sebagian besar dari porsi Bitcoin yang beredar saat ini belum bergerak, dimiliki oleh para early adopter termasuk Satoshi Nakamoto sendiri yang disinyalir memiliki lebih dari sejuta XBT. Saat mereka memutuskan untuk mengalirkan koin tersebut ke pasar, di situlah masalah akan mulai muncul. Suplai akan membanjiri pasar, sementara permintaan barangkali belum terbentuk sebesar itu. Harga Bitcoin melorot, dan semua pemegang Bitcoin akan berusaha “cut loss” (jual rugi) dan keluar dari pasar.
Saya juga amat senang membaca analisis para pakar perbankan dan ekonomi tentang “Bitcoin bubble” (harga Bitcoin tidak mencerminkan nilai yang sesungguhnya karena pasar yang terlalu agresif membeli sehingga harga terus meroket). Para pakar ini telah berpengalaman bertahun-tahun dalam dunia keuangan, memiliki latar belakang pendidikan top, dan memiliki data keuangan hingga ratusan tahun ke belakang. Telegraph hari ini menurunkan artikel tentang kaitan antara penurunan harga Bitcoin saat ini dengan era pre-crash yang akan diikuti dengan penurunan harga yang jauh lebih dalam. Mereka yang dianggap skeptis mencoba meramalkan kejatuhan Bitcoin karena karakteristik yang sangat serupa dengan era mania sebelumnya, seperti di zaman dotcom. Ekonom penerima nobel Stiglitz bahkan mengeluarkan pernyataan yang lebih ekstrim dengan menganggap Bitcoin tidak memiliki fungsi dalam lingkungan sosial.
Simpatisan Bitcoin cenderung menolak pendapat-pendapat berharga di atas, dan lebih menerima pendapat dari siapapun siapapun yang menyatakan bahwa harga bitcoin di masa depan akan meningkat tajam, termasuk dari orang yang mengaku berasal dari masa depan. Mereka yang melakukan hal-hal ini semestinya melakukan disclose (pembukaan informasi) apakah ia memiliki sejumlah bitcoin yang tentunya dapat mempengaruhi pendapat yang dilontarkan.
Siapapun boleh saja membeli Bitcoin dan mempercayai potensinya di masa mendatang, namun jangan sampai lupa bahwa Anda telah diperingatkan.