Teknologi blockchain bisa menjadi solusi bagi permasalahan yang mendera anak-anak miskin di seluruh dunia, demikian menurut Christopher Fabian, salah satu pendiri UNICEF Innovation Fund.Pihak UNICEF telah lama berdiskusi tentang teknologi blockchain dan bagaimana blockchain bisa menyediakan metode pembayaran dan solusi atas identifikasi diri pada wilayah-wilayah konflik. Meski memiliki potensi yang demikian besar, teknologi ini belum dianggap cukup maju untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh UNICEF. Pun demikian, tidak membuat organisasi ini menutup peluang bagi pengembangan teknologi lebih lanjut.
UNICEF Innovation Fund
Melalui program UNICEF Innovation Fund, UNICEF mendorong perusahaan rintisan (start-up) untuk mengembangkan solusi teknologi bagi anak-anak. Untuk mensukseskan proyek ini, UNICEF sejauh ini telah mengumpulkan dana sebanyak 9 juta dolar AS untuk membiayai pengembang-pengembang di negara-negara berkembang dalam melakukan percobaan atas proyek yang mereka buat. Beberapa topik yang menjadi fokus UNICEF di antaranya:
- Penyelesaian problem-problem yang dialami anak muda usia di bawah 25 tahun, di antaranya pendidikan dan kepemudaan.
- Informasi real-time untuk mendukung keputusan.
- Infrastruktur untuk meningkatkan akses terhadap layanan dan informasi, termasuk di antaranya energi, keuangan, dan transportasi.
Topik-topik di atas sangat cocok untuk diaplikasikan dengan menggunakan teknologi seperti blockchain, 3D printing, kecerdasan buatan, dan energi terbarukan. Untuk dapat memperoleh pendanaan dari UNICEF, proyek yang diajukan harus bersifat open source dan setidaknya memiliki prototype. Dengan demikian, dana yang diterima dapat digunakan untuk mengembangkan teknologi baru, atau meningkatkan fitur-fitur atas rancangan yang sudah ada. Dana yang akan diterima sebanyak 50 ribu dolar termasuk fasilitas-fasilitas dari komunitas UNICEF. Batas waktu pengajuan proyek adalah tanggal 26 Februari 2016 melalui situs UNICEF Innovation Fund.
Blockchain untuk metode pembayaran dan identitas diri
Sejauh ini, UNICEF sedang mempertimbangkan untuk memanfaatkan teknologi blockchain untuk 2 persoalan: pembayaran mikro dan identitas diri.
Potensi teknologi blockchain sangat besar di masa depan. Di antaranya dapat digunakan untuk transaksi internal, pembayaran mikro yang dapat dilakukan dengan cepat dan terpantau sehingga dapat dipastikan sampai kepada penerima.
Barangkali, tantangan lebih besar ada pada penyelesaian persoalan identitas diri. Menurut laporan tahun 2013, lebih dari 200 juta anak di bawah usia 5 tahun tidak memiliki akta kelahiran, yang membuat mereka menjadi target eksploitasi ekonomi dan perdagangan manusia. Demikian diharapkan, aplikasi blockchain dari program UNICEF Innovation Fund ini dapat menyelesaikan persoalan-persoalan besar yang dihadapi anak-anak miskin.
Sumber berita: UNICEF Eyes Blockchain As Possible Solution to Child Poverty Issues
Sumber gambar: Unicef.org