. . .

Tulisan ini berkaitan erat dengan tulisan sebelumnya yang dapat diakses di sini.

Solana membetot perhatian banyak orang karena jadi salah satu dari sedikit aset kripto yang selamat dari kejatuhan harga secara masif beberapa waktu lalu. Bitcoin, Ethereum, dan banyak aset kripto yang sudah mature lainnya mengalami penurunan harga hingga 10 persen, bahkan lebih. Tak hanya itu, harga Solana justru meroket hingga 300% hanya dalam kurun waktu sebulan.

Hari ini, Solana membuat kejutan lain. Namun sayangnya, kejutan ini tak terlalu menyenangkan bagi para pemain ekosistem Solana.

Akun Twitter SolanaStatus menyampaikan keadaan kahar sistem Solana. dalam tiga twit berurutan.

Akun Twitter SolanaStatus ini adalah akun resmi yang dikelola oleh Solana Foundation. Tujuannya, ya tentu saja mengabarkan kondisi terbaru dari sistem Solana yang memang belum lama muncul ke publik.

Sebagaimana telah dibahas dalam artikel sebelumnya, Solana memposisikan diri sebagai pesaing Ethereum. Ia adalah platform blockchain layer pertama (L1) berfitur smart contract dengan tingkat skalabilitas tinggi. Solana mengklaim berkapasitas hingga 700.000 transaksi per detik (transaction per second atau TPS), yang jauh meninggalkan kapasitas Ethereum yang hanya 15 TPS.

Untuk menunjang kapasitas besarnya, Solana mempersyaratkan sumber daya komputasi yang cukup besar bagi para validator, yakni CPU dengan 16 hingga 32 core yang ditunjang dengan RAM 128-256GB, serta SSD berkualitas tinggi dengan ruang penyimpanan setidaknya 1TB. Tentu saja, tak semua orang mampu menyediakan komputer di kelas ini, yang pada akhirnya akan menyeleksi peserta validator sebagai orang-orang berkantong tebal.

Meski tak tertulis dalam dokumentasi Solana, ada satu persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh para validator. Yakni, mereka harus punya koneksi Internet mumpuni.

Koneksi Internet super cepat diperlukan oleh semua validator Solana, karena setiap ronde konsensus mereka harus diselesaikan dalam waktu singkat, yakni tak lebih dari 500 milidetik, sebagaimana tertulis dalam whitepaper Solana. Semakin banyak transaksi yang dikirim ke jaringan Solana, maka semakin rakus pula sistem Solana menggunakan koneksi Internet. Hal inilah yang disinyalir menjadi biang kegagalan sistem Solana hari ini.

Kegagalan manajemen jaringan Internet menyebabkan sistem Solana menjadi tidak sinkron, sehingga menyebabkan fork yang tak diinginkan. Fork ini menghasilkan lebih dari satu sistem berjalan beriringan. Dengan kondisi seperti ini, konsumsi memori di banyak mesin validator dalam jaringan Solana menjadi berlebihan dan akhirnya mati.

Komunitas validator Solana memutuskan untuk memperbaiki jaringan dengan melakukan restart, dan barangkali perbaikan perangkat lunak akan dirilis tak lama lagi.

Pelajaran yang Dapat Diambil

Kegagalan hari ini menunjukkan kelemahan besar Solana. Solana yang digadang-gadang mampu bersaing dengan Ethereum justru tak berjalan baik ketika jumlah transaksi yang diproses hanya 60% dari kapasitas teoretis yang mereka klaim (400ribu transaksi dari 700ribu transaksi). Sistem oversentralistik Solana juga perlu menjadi perhatian, karena komunitas blockchain publik (aset kripto) umumnya menginginkan desentralisasi seluas-luasnya. Solana tak bisa memberikan hal ini, karena nyata-nyata memerlukan sumber daya komputasi yang luar biasa besar.

Menarik pula disimak bagaimana pengaruh kejadian ini terhadap harga Solana, yang saat artikel ini ditulis mengalami penurunan sebesar 5%. Bila para pemangku kepentingan Solana tak mampu mengatasi persoalan asinkronisasi jaringan dan kegagalan sistem seperti ini lagi, bukan tak mungkin harga aset Solana akan terdepresiasi lebih lanjut.

Penyangkalan:

Artikel ini tidak membuat rekomendasi kepada pembaca untuk membeli atau menjual aset kripto. Artikel ini semata-mata memberikan informasi dan pengetahuan bagi para pembaca atas aset kripto tertentu.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.