. . .

Teknologi blockchain tidak hanya menarik minat pihak swasta untuk diimplementasikan ke dalam proses bisnis yang ada, melainkan juga bank sentral. Dahulu banyak orang berpikir bahwa bank sentral akan menjadi “nemesis” atau musuh besar mata uang kripto. Pada kenyataannya, para bank sentral juga amat tertarik dengan teknologi yang mendasari mata uang kripto, yakni blockchain.

Dengan menggunakan blockchain, di masa depan kita berharap dapat melihat CBDC (central bank digital currency). Namun tidak dalam waktu dekat, demikian menurut survei yang dilakukan IBM bersama Official Monetary and Financial Institution Forum (OMFIF) Hasil survei yang dilaporkan pada tanggal 21 September 2018 ini memetakan beberapa persoalan dan tantangan para bank sentral.

Teknologi blockchain muncul di saat yang tepat, di mana teknologi yang digunakan untuk menopang bisnis bank-bank sentral sudah dianggap mulai ketinggalan zaman, yang pada saat yang bersamaan menghadapi terpaan isu keamanan digital.

Bank Sentral Bangladesh pastinya mengamini pernyataan ini, karena mereka merupakan korban perampokan digital, salah satu yang terbesar di dunia modern. Perangkat teknologi messaging yang mereka digunakan berhasil dieksploitasi oleh pihak yang tidak bertanggungjawab yang berhasil menggondol uang sebanyak $101juta, yang hingga kini tidak terlacak keberadaannya. Bank heist terbesar di dunia ini memanfaatkan kelemahan dalam messaging system SWIFT yang digunakan oleh industri perbankan dunia.

Lebih lanjut, disebutkan juga terdapat dua jenis mata uang di dalam sistem bank sentral, yakni wholesale dan retail. Wholesale merupakan tipe mata uang yang beredar secara internal, yang digunakan oleh industri perbankan untuk melakukan kliring dan settlement antarbank, serta antara bank sentral dengan perbankan. Sementara retail merupakan tipe mata uang yang beredar di masyarakat.

Hal menarik lainnya dari laporan ini adalah adanya berbagai proyek berbasis blockchain yang sedang dikembangkan oleh pihak-pihak yang berbeda, yang terkait dengan implementasi blockchain di industri perbankan.

  • Project Khokha (Bank Sentral Afrika Selatan)
  • Project Stella (Bank Sentral Jepang)
  • Project Inthanon (Bank Sentral Thailand)
  • Proyek oleh Otoritas Keuangan Arab Saudi (berbasis kemitraan dengan pemilik teknologi blockchain seperti Ripple)
  • Project Jasper (Bank Sentral Kanada)
  • Project Ubin (Otoritas Keuangan Singapura)
  • World Wire (IBM)
  • LedgerConnect (IBM dan CLS)

Meskipun kita optimis melihat CBDC berbasis blockchain diimplementasikan di masa depan, setidaknya dalam bentuk wholesale CBDC, tantangan teknologi blockchain yang terkait dengan skalabilitas dan kecepatan transaksi masih menjadi hambatan yang harus diatasi, sebelum teknologi ini cukup layak diadopsi menjadi tulang punggung sistem perbankan dunia.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.